Teknologi Produksi Beras Super |
Oleh Administrator | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Kamis, 05 Juli 2012 11:43 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PENDAHULUAN
Permintaan konsumen terhadap beras dengan mutu lebih baik semakin meningkat. Peningkatan ini berhubungan erat dengan tingkat pendapatan masyarakat. Damardjati dan Adnyana (1992) menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan semakin tinggi pula preferensi konsumen terhadap kualitas beras, sehingga semakin hari konsumen makin menghendaki beras yang berkualitas Super. Suatu beras dikatakan super apabila rasanya sangat disukai, penampilan cemerlang, tidak kusam mengandung beras kepala ≥ 80%.
Preferensi konsumen terhadap kriteria kualitas beras berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh etnis (suku). Sebagai contoh suku Toraja/Bugis menyukai beras beras sangat pulen, suku Jawa/Sunda menyukai beras setengah pulen, sedangkan masyarakat Sumatera Barat menyukai beras pera (Suismono, 1999).
Sebagai makanan pokok pengadaan beras haruslah memperhatikan kesukaan atau preferensi konsumen, agar memberi peluang pasar yang luas. Dalam perdagangan beras di Indonesia, petani hanya sebagian kecil dari pelaku pasar. Apabila kriteria kualitas atau preferensi konsumen tidak dipenuhi, maka konsumen tidak akan membeli dan penggilingan padi tidak akan memproduksi beras yang tidak laku di pasaran.
Komponen mutu beras yang berpengaruh terhadap tingkat preferensi konsumen adalah persentase beras kepala, beras pecah, menir, derajat sosoh, dan kecemerlangan serta bebas dari lapisan bekatul (Nugrahadkk.2001). Beras kepala merupakan salah satu penentu peningkatan mutu beras untuk memenuhi selera konsumen.
Beras kepala adalah karakteristik mutu beras dengan prersentase butiran utuh berkorelasi negatif dengan beras patah dan menir. Persentase beras kepala sangat dipengaruhi oleh sifat genetik varietas . (Suismono et.al,2003). Prosesing gabah menjadi beras dilakukan melalui berbagai tahapan sejak dari pengeringan, penggilingan, dan penyosohan hingga menjadi beras.
Menurut Mears (1982), sebagian besar konsumen di Indonesia lebih menyukai beras berkualitas tanak yang sempurna, dengan demikian beras berkualitas aka banyak dibutuhkan.
Produksi beras super kristal.
Upaya menghasilkan beras berkualitas Super sudah harus dimulai dari kegiatan pemuliaan. Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki varitas unggulan dengan kualitas rasa “super” seperti Beras Cianjur, Rojolele, Pandan Wangi di Pulau Jawa; Cisokan, Anak Daro dan Kuriak Kusuik di Sumatera Barat, dan lain-lain. Bila beras tersebut ditanak menggunakan Magiccom atau Magicjar kurang lebih 25-35 menit maka nasi sudah siap untuk dikonsumsi. Permasalahannya adalah bagaimana membuat beras yang sudah berkualitas rasa super tersebut dapat pula berpenampilan fisik super.
Penggilingan padi merupakan “kunci” dan penentu mutu beras yang beredar di pasar. Untuk itu, perbaikan mutu di tingkat penggilingan padi harus menjadi fokus dalam perbaikan mutu beras. Perbaikan mutu beras di tingkat penggilingan padi dapat dilakukan melalui “program revitalisasi penggilingan padi”, dengan cara mengimplementasikan pengabut air. Cara memproduksi beras berkualitas super ini telah dikenalkan BPTP Sumatera Barat di UP-FMA kenagarian Batu Balang kecamatan Padang Sago, Kabupaten Padang Pariaman. Alat ini dicangkokkan pada poros polisher sehingga beras yang masuk kedalampolisher dari husker mengalami penurunan suhu, sehingga tingkat kepatahan beras selesai di polis menjadi lebih rendah. Pengujian diikuti oleh 50 orang peserta yang terdiri dari pengusaha penggilingan padi, petani, pengusaha bengkel lokal, konsultan FEATI Sumbar, dan BAPELUH Kabupaten Padang Pariaman serta Balai Besar Penelitian Mekanisasi Pertanian Serpong (Gambar 8, 9, 10).
Beras super sekurang-kurangnya harus memenuhi kriteria Mutu II dengan persentase butir kepala menimum 80%, butir patah maksimum 10%, sementara persyaratan lainnya seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar Mutu beras menurut SNI 6128:2008
Hasil demonstrasi pengguaan alat pengabut tipe bayonet belum diperoleh beras dengan kualitas I atau II, karena masih mengandung butir patah yang melebihi batas yang disyaratkan,, namun penampilannya lebih cemerlang daripada beras hasil penggilingan tanpa pengabuit air. Walaupun demikian, peningkatan mutu beras dengan menggunakan alat pengabut bayonet jelas terjadi, dimana kalau tanpa bayonet beras patah untuk varietas cisokan mencapai 37,68%, varietas anak daro 36,38%, dengan menggunakan alat pengabut bayonet beras patah menurun menjadi 22,01% untuk varietas cisokan dan 24,84% untuk varietas anak daro. Dengan menggunakan pengabut air bayonet, beras kepala dapat mencapai 77,99% untuk cisokan dan 75,16% untuk anak daro, sedangkan tanpa bayonet beras kepala rata-rata hanya 62,31% untuk cisokan dan 63,62% anak daro. Peningkatan beras kepala atau penurunan beras patah terjadi karena dengan menggunakan pengabut bayonet, suhu di polisher menurun, terbukti saat pengujian tanpa bayonet suhu mencapai 60°C, sedangkan dengan menggunakan bayonet suhu turun menjadi 41°C. Dengan turunnya suhu, tingkat kepatahan beras berkurang karena tidak terjadi penghancuran sel-sel penyusun pati. Hasil pengujian ini sama dengan yang dilakukan Tjahyohutomo, (2006) dimana juga terjadi peningkatan beras kepala yaitu tanpa bayonet 68,6%, dengan menggunakan pengabut bayonet menjadi > 85%. Penelitian Sudaryono dkk. (2000) menunjukkan bahwa peningkatan beras kepala hanya terjadi 0,48%, tetapi penampilan beras lebih cemerlang (Tabel.2). Untuk menjadikan beras biasa menjadi berkualitas super
dalam arti beras berkualitas super tersebut mengandung beras kepala ≥80%,maka dibutuhkan upaya dengan melakukan pengayakan.
Tabel 2. Mutu beras giling dengan teknik penyosohan yang dimodifikasi dalam Skala Laboratorium.
Sumber : Sudaryono dkk. (2000)
ANALISIS USAHA TANI
Di Sumatera Barat pemilik Huller lansung membeli gabah petani dari lokasi persawahan. Untuk saat ini harga gabah kering panen ditingkat petani rata-rata sebesar Rp.4250,- per Kg. Untuk memproses beras super Kristal dengan mengunakan alat pengabut air diperlukan tambahan upah giling sebesar 45%. Pada saat ini untuk 100 kg beras yang digiling (setara dengan 182 kg GKP) upahnya adalah 5 kg beras (setara dengan Rp.47.500,-), sehingga upah giling padi adalah Rp.260.99,-). Denngan demikian upah giling untuk memproduksi beras super adalah 145% x (Rp.260.99) = Rp.378,44. Dengan memperkirakan komponen biaya lainya, maka kelayakan ekonomi dalam memproduksi beras super dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisa kelayakan produksi beras super
KESIMPULAN
Untuk mendapatkan beras giling yang bermutu super, dapat dilakukan pemolesan dengan alat pengabut air dan pengayakan terhadap beras varitas yang rasa super . Dengan cara seperti ini diperoleh beras yang lebih cemerlang, tidak kusam dan persentase beras kepala lebih tinggi. (Edial Afdi)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar